Ketua DPR RI,
Marzuki Alie pun mengaku berang. Hari ini ia memberi peringatan keras
secara tertulis kepada Sekretariat Jenderal DPR, agar tak menggunakan
anggaran secara semena-mena.
Ada sejumlah pemborosan yang
disinggung Marzuki. Pertama soal keberadaan
kursi baru ruang Banggar.
"Harusnya (Sekjen) mengingatkan konsultan, mengarahkan, agar tidak
menggunakan
produk mahal dari luar
negeri. Kursi
impor dari
Jerman, buat
apa? Buatan Indonesia banyak dan digunakan di mana-mana. Ini
menyakitkan kita semua," kata Marzuki di Gedung DPR, Jumat 13 Januari
2012.
Belum lagi anggaran yang dikeluarkan untuk konsultan
sebesar Rp600 juta dan pengawasan Rp200 juta lebih. "
Bangun gedung mewah
9 lantai biayanya Rp20 miliar. Ini Rp20 miliar untuk ruangan secuil itu
(ruang rapat Banggar). Apa tidak kita sakit mendengarnya," tambah dia.
Marzuki
juga merasa tak habis pikir, mengapa perlu sampai Rp20 miliar untuk
merenovasi ruangan rapat Banggar. Ini akan menciptakan kecemburuan di
internal
DPR. "Ada perbedaan dengan ruangan lain. Nanti Komisi I minta
(ruangan serupa), dan sebagainya. Apa begini harusnya? Ini ruang karaoke
atau apa? Ada sistem pencahayaan dan tata suara," kata Marzuki.
Kemudian soal pengadaan absensi
sidik jari (finger print).
"Saya kerap ingatkan, mahal. Di
rapat pimpinan saya ingatkan terus.
Untuk apa ada teknologi sistem legkap. Beli saja yang kebutuhan kita.
Tidak perlu mahal," tambah dia.
Juga soal
komputer. Menurut
Marzuki, komputer di DPR fungsinya hanya untuk mengetik. "Tidak perlu
saya spek tinggi yang harganya puluhan juta, beli saja rakitan jangkrik
yang tiga juta, sama," kata dia.
Marzuki mengaku, sudah
menelepon
BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) terkait
penggunaan anggaran DPR. "Ada investigasi. Ada unsur merugikan negara
merekayasa supaya mahal, konsultan juga diperiksa. Saya kecolongan,
tidak pernah dikasih tahu," kata dia.
BPKP juga diminta untuk
memperbaiki standar kinerja sipil. "Kalau audit ternyata ada
penyimpangan, akan saya kasihkan ke
KPK," tambah Marzuki.
No comments:
Post a Comment